KUMPULAN MAKALAH FAFA ABU NAWAS
Sabtu, 06 Januari 2018
Hukum shalat sunnah dzuha berjamah
Bolehkan melaksanakan shalat Dhuha berjamaah?
صَلَاةُ التَّطَوُّعِ فِي جَمَاعَةٍ نَوْعَانِ :
أَحَدُهُمَا : مَا تُسَنُّ لَهُ الْجَمَاعَةُ الرَّاتِبَةُ كَالْكُسُوفِ وَالِاسْتِسْقَاءِ وَقِيَامِ رَمَضَانَ فَهَذَا يُفْعَلُ فِي الْجَمَاعَةِ دَائِمًا كَمَا مَضَتْ بِهِ السُّنَّةُ .
الثَّانِي : مَا لَا تُسَنُّ لَهُ الْجَمَاعَةُ الرَّاتِبَةُ : كَقِيَامِ اللَّيْلِ وَالسُّنَنِ الرَّوَاتِبِ وَصَلَاةِ الضُّحَى وَتَحِيَّةِ الْمَسْجِدِ وَنَحْوِ ذَلِكَ .
فَهَذَا إذَا فُعِلَ جَمَاعَةً أَحْيَانًا جَازَ .
مجموع فتاوى ابن تيمية: 5/381.
Shalat sunnat terbagi kepada dua:
Pertama: shalat sunnat yang disunnatkan untuk dilaksanakan secara berjamaah seperti shalat Kusuf (Gerhana Matahari), shalat Istisqa’ (minta hujan) dan shalat malam Ramadhan. Shalat-shalat sunnat ini dilaksanakan secara berjamaah sebagaimana yang disebutkan dalam hadits.
Kedua: shalat sunnat yang tidak dianjurkan untuk dilaksanakan secara berjamaah seperti shalat Qiyamullail, shalat sunnat Rawatib, shalat Dhuha, shalat sunnat Tahyatulmasjid dan shalat-shalat sunnat lainnya. Shalat-shalat sunnat jenis ini jika dilaksanakan secara berjamaah, maka hukumnya boleh, jika dilaksanakan sekali-sekali.
(Majmu’ Fatawa Ibni Taimiah: juz. 5, halaman: 381).
Demikian juga menurut Imam Nawawi dalam al-Majmu’ Syarh al-Muhadzdzab dan Raudhatu ath-Thalibin, sebagaimana yang disebutkan dalam teks-teks berikut:
صَلَاةُ التَّطَوُّعِ فِي جَمَاعَةٍ نَوْعَانِ :
أَحَدُهُمَا : مَا تُسَنُّ لَهُ الْجَمَاعَةُ الرَّاتِبَةُ كَالْكُسُوفِ وَالِاسْتِسْقَاءِ وَقِيَامِ رَمَضَانَ ، فَهَذَا يُفْعَلُ فِي الْجَمَاعَةِ دَائِمًا كَمَا مَضَتْ بِهِ السُّنَّةُ .
الثَّانِي : مَا لَا تُسَنُّ لَهُ الْجَمَاعَةُ الرَّاتِبَةُ : كَقِيَامِ اللَّيْلِ ، وَالسُّنَنِ الرَّوَاتِبِ ، وَصَلَاةِ الضُّحَى ، وَتَحِيَّةِ الْمَسْجِدِ وَنَحْوِ ذَلِكَ .
فَهَذَا إذَا فُعِلَ جَمَاعَةً أَحْيَانًا جَازَ .
الفتاوى الكبرى: 2/429
وأما النوافل فقد سبق في باب صلاة التطوع ما يشرع فيه الجماعة منها وما لا يشرع ومعنى قولهم لا يشرع لا تستحب فلو صلى هذا النوع جماعة جاز ولا يقال مكروه فقد تظاهرت الأحاديث الصحيحة على ذلك والله أعلم.
(روضة الطالبين: 1/124).
(الشرح) قال أصحابنا تطوع الصلاة ضربان (ضرب) تسن فيه الجماعة وهو العيد والكسوف والاستسقاء وكذا التراويح علي الاصح (وضرب) لا تسن له الجماعة لكن لو فعل جماعة صح وهو ما سوى ذلك
المجموع: 4/4
(الثامنة) قد سبق ان النوافل لا تشرع الجماعة فيها الا في العيدين والكسوفين والاستسقاء وكذا التراويح والوتر بعدها إذا قلنا بالاصح ان الجماعة فيها أفضل وأما باقى النوافل كالسنن الراتبة مع الفرائض والضحي والنوافل المطلقة فلا تشرع فيها الجماعة أي لا تستحب لكن لو صلاها جماعة جاز ولا يقال انه مكروه وقد نص الشافعي رحمه الله في مختصري البويطي والربيع علي انه لا باس بالجماعة في النافلة ودليل جوازها جماعة احاديث كثيرة في الصحيح منها حديث عتبان ابن مالك رضى الله عنه أن النبي صلي الله عليه وسلم " جاءه في بيته بعد ما اشتد النهار ومعه أبو بكر رضي الله عنه فقال النبي صلي الله عليه وسلم أين تحب أن أصلى من بيتك فاشرت إلى المكان الذى أحب ان يصلى فيه فقام وصفنا خلفه ثم سلم وسلمنا حين سلم " رواه البخاري ومسلم وثبتت الجماعة في النافلة مع رسول الله صلي الله عليه وسلم من رواية ابن عباس وأنس بن مالك وابن مسعود وحذيفة رضى الله عنهم واحاديثهم كلها في الصحيحين الا حديث حذيفة ففى مسلم فقط والله أعلم (المجموع: 4/55).
(الشرح) قال أصحابنا تطوع الصلاة ضربان (ضرب) تسن فيه الجماعة وهو العيد والكسوف والاستسقاء وكذا التراويح علي الاصح (وضرب) لا تسن له الجماعة لكن لو فعل جماعة صح وهو ما سوى ذلك
المجموع: 4/4
Jumat, 20 November 2015
PERBEDAAN SYARI’AT DAN THORIQOH
TUGAS MAKALAH
MATERI AHLAQ TASAWUF
PERBEDAAN SYARI’AT DAN THORIQOH
DOSEN PENGAMPU MATERI
SIGIT TRI UTOMO S.Pdi M.Pdi
Oleh: Al-faqier Zainal mustofa
SEMESTER III B
JURUSAN SYARI’AH
PRODI AKHWAL AL- SYAKHSYIYYAH
BAB
I
PENDAHULUAN
Bismillahirrohmanirrokhim…
Maha suci allah,Segala
puji baginya penguasa alam semesta beserta isinya,sesungguhnya tiada ilah
selain allah swt, sholawat beserta salam semoga tercurahkan kepada sang lentera
jagat dan panutan umat mahluq mulia beserta keluarga dan para sahabatnya yaitu
nabi muhammad saw yang telah mengentaskan dan membawa umat ini dari zaman
jahiliyyah yaitu zaman dimana umat tidak mengenal tuhanya,dan zaman yg penuh
kegelapan tauhid dan syari’ah allah,menuju zaman yang terang benderang dengan
di bawanya al-haq yaitu addinul islam,semoga kita semuanya termasuk golongan
umat muhammad saw yang mendapatkan syafa’atnya yang tetap istiqomah memegang
erat addinul islam ini hingga ahir hayat kita dan kembali kepada allah swt
dengan selamat. Aamin ya robbal alamiin….
BAB
II
LATAR
BELAKANG MASALAH
Islam adalah
agama yang mencakup tauhid aqidah,syari’ah dan juga ahlaq,islam adalah agama
yang sempurna sehingga tidak ada lagi kekurang sempurnaan yang membutuhkan
untuk di sempurnakan melalui ideologi atau keyaqinan yang lain,islam adalah
agama yang harus di terima secara Kulliyah/keseluruhan,tidak bisa islam hanya
di terima dan di fahami dan di amalkan secara parsial/sebagian saja,karena itu
di saat manusia sudah memproklamirkan diri dan bersahadah bahwa tiada tuhan
selain allah dan muhammad adalah utusan allah,maka semestinya kita secara
totalitas menerima dan tunduk terhadap seluruh aturanya,sesuai dengan
predikatnya sebagai seorang muslim yang artinya adalah tunduk,mengedepankan dan
memperjuangkan syari’at islam melebihi idiologi manapun dan siapapun.
Sesuai dengan
tugas belajar yang di berikan dosen kepada saya untuk membuat makalah mengenai
pengertian dan perbedaan SYARI’AT dan THORIQOH,maka di sini sebelum kita
membahas lebih dalam mengenai keduanya alangkah tidak kalah pentingnya jika
kita mengetahui terlebih dahulu apa itu SYARI’AT dan apa itu THORIQOH,karena
sudah menjadi keharusan bahwa kita tidak boleh menghukumi suatu masalah sebelum
kita Al-ilmu bi qounil mas’alah,mengetahuai latar belakang masalah.
BAB
III
A.
PENGERTIAN SYARI’AH
Secara etimologi syariah berarti aturan atau
ketetapan yang Allah perintahkan kepada hamba-hamba-Nya, seperti: puasa,
shalat, haji, zakat dan seluruh kebajikan. Kata syariat berasal dari kata
syar’a al-syai’u yang berarti menerangkan atau menjelaskan sesuatu. Atau
berasal dari kata syir’ah dan syariah yang berarti suatu tempat yang dijadikan
sarana untuk mengambil air secara langsung sehingga orang yang mengambilnya tidak
memerlukan bantuan alat lain. Syariat dalam istilah syar’i hukum-hukum Allah
yang disyariatkan kepada hamba-hamba-Nya, baik hukum-hukum dalam Al-Qur’an dan
sunnah nabi Saw dari perkataan, perbuatan dan penetapan. Syariat dalam
penjelasan Qardhawi adalah hukum-hukum Allah yang ditetapkan berdasarkan
dalil-dalil Al-Qur’an dan sunnah serta dalil-dalil yang berkaitan dengan
keduanya seperti ijma’ dan qiyas. Syariat Islam dalam istilah adalah
apa-apa yang disyariatkan Allah kepada hamba-hamba-Nya dari keyakinan (aqidah),
ibadah, akhlak, muamalah, sistem kehidupan dengan dimensi yang berbeda-beda
untuk meraih keselamatan di dunia dan akhirat.
Demikian juga istilah “hukum Islam” sering
diidentikkan dengan kata norma Islam dan ajaran Islam. Dengan demikian, padanan
kata ini dalam bahasa Arab barangkali adalah kata “al-syari’ah”. Namun,
ada juga yang mengartikan kata hukum Islam dengan norma yang berkaitan dengan
tingkah laku, yang padanannya barangkali adalah “al-fiqhu”.
Penjabaran lebih luas dapat dijelaskan sebagai
berikut: bahwa kalau diidentikkan dengan kata “al-syari’ah”, hukum Islam secara umum
dapat diartikan dalam arti luas dan dalam arti sempit. [1])
B.
Syari'ah Dalam Arti Luas
Dalam arti luas
“al-syari’ah” berarti seluruh ajaran Islam yang berupa norma-norma
ilahiyah, baik yang mengatur tingkah laku batin (sistem
kepercayaan/doktrinal) maupun tingkah laku konkrit (legal-formal) yang
individual dan kolektif.
Dalam arti ini,
al-syariah identik dengan din, yang berarti meliputi seluruh
cabang pengetahuan keagamaan Islam, seperti kalam, tasawuf, tafsir, hadis,
fikih, usul fikih, dan seterusnya. (Akidah, Akhlak dan Fikih).
C. Syari'ah Dalam Arti Sempit
Dalam arti
sempit al-syari’ah berarti norma-norma yang mengatur sistem tingkah laku
individual maupun tingkah laku kolektif. Berdasarkan pengertian
ini, al-syari’ah dibatasi hanya meliputi ilmu fikih dan usul fikih.
Syari'ah dalam arti sempit (fikih) itu sendiri dapat dibagi menjadi empat
bidang:
Ø ‘ibadah
Ø mu’amalah
Ø ‘uqubah dan
Ø lainnya.
BAB
IV
Definisi dan
Arti Thorîqoh
Secara bahasa tharîqah dapat
berarti jalan, metode, sistem, cara, perjalanan, aturan hidup, lintasan, garis.
Tharîqah dalam arti jalan, dapat
kita temukan di dalam beberapa ayat Al-Qurân, di antaranya adalah wahyu Allâh
berikut:
وَأَنْ لَوِ
اسْتَقَامُوْا عَلَى الطَّرِيْقَةِ َلأَسْقَيْنَاهُمْ مَآءً غَدَقًا
Dan bahwasanya: jikalau mereka
tetap berjalan lurus di atas jalan itu (agama Islam), benar-benar Kami akan
memberi minum kepada mereka air yang segar (rezki yang banyak). (Al-Jin, 72:16)
وَأَنَّا مِنَّا
الصَّالِحُوْنَ وَمِنَّا دُوْنَ ذلِكَ كُنَّا طَرَائِقَ قِدَدًا
Dan sesungguhnya di antara kami
ada orang-orang yang saleh dan di antara kami ada (pula) yang tidak demikian
halnya. Adalah kami menempuh jalan yang berbeda-beda. (Al-Jin, 72:11)
نَحْنُ أَعْلَمُ بِمَا
يَقُوْلُوْنَ إِذْ يَقُوْلُ أَمْثَلُهُمْ طَرِيْقَةً إِنْ لَبِثْتُمْ إِلاَّ
يَوْمًا
Kami lebih mengetahui apa yang
mereka katakan, ketika berkata orang yang paling lurus jalannya di antara
mereka: “Kamu tidak berdiam (di dunia) melainkan hanyalah sehari saja”. (Thâhâ,
20:104)
وَلَقَدْ خَلَقْنَا
فَوْقَكُمْ سَبْعَ طَرَائِقَ وَمَا كُنَّا عَنِ الْخَلْقِ غَافِلِيْنَ
Dan sesungguhnya Kami telah
menciptakan di atas kamu tujuh buah jalan (tujuh buah langit). dan Kami
tidaklah lengah terhadap ciptaan (Kami).
(Al-Mukminûn, 23:17)
Menurut ‘Abdurrazzâq Al-Kâsyânî,
tharîqah adalah jalan khusus yang ditempuh oleh para Sâlik dalam perjalanan
mereka menuju Allâh, yaitu dengan melewati jenjang-jenjang tertentu dan
meningkat dari satu maqâm ke maqâm yang lain.
Menurut para sufi, syariah
adalah ibarat sebuah kapal, (thoriqoh) adalah lautnya dan hakikat (haqîqah)
adalah permata yang berada di dalamnya. Barang siapa menginginkan permata, maka
dia harus naik kapal kemudian menyelam lautan, hingga memperoleh permata
tersebut. [2])
Kewajiban pertama penuntut ilmu
adalah mempelajari syariat. Yang dimaksud dengan syariat adalah semua perintah
Allâh dan Rasul-Nya saw, seperti wudhu, shalat, puasa, zakat, haji, mencari
yang halal, meninggalkan yang haram dan berbagai perintah serta larangan
lainnya. Maka seorang hamba menghiasi lahirnya dengan pakaian syariah hingga
cahaya syariah tersebut bersinar dalam hatinya dan kegelapan insâniyyah sirna
dari hatinya. Akhirnya dia dapat menempuh thoriqoh dan cahaya tersebut dapat selalu bersemayam
dalam hatinya.
Tarekat (thoriqoh) adalah
pelaksanaan takwa dan segala sesuatu yang dapat mendekatkan diri kepada Allâh
swt, seperti usaha untuk melewati berbagai jenjang dan maqâm. Setiap maqâm
memiliki jalan tersendiri.
Setiap guru sufi memiliki
thoriqoh yang berbeda. Setiap guru akan
menetapkan thoriqohnya sesuai maqâm dan hâl-nya masing-masing. Di antara mereka
ada yang thoriqohnya duduk mendidik masyarakat. Ada yang thoriqohnya banyak
membaca wirid dan mengerjakan shalat sunah, puasa sunah dan berbagai ibadah
lainnya. Ada yang thoriqohnya melayani masyarakat, Setiap guru memilih
thoriqohnya sendiri-sendiri.
Adapun hakikat adalah sampainya
seseorang ke tujuan dan penyaksian cahaya tajallî, sebagaimana ucapan
rasulullah saw kepada Hâritsah, “Setiap
kebenaran ada hakikatnya, lalu apakah hakikat keimananmu?” Hâritsah menjawab,
“Aku palingkan diriku dari dunia sehingga batu dan lumpur, emas maupun perak,
sama saja bagiku. Di siang hari aku berpuasa, sedangkan di malam hari aku
bergadang dengan melakukan (shalat malam).”
Keteguhan Hâritsah dalam
memegang agama Allâh serta menjalankan perintah-Nya adalah syariat.
Kehati-hatian dan semangatnya untuk beribadah
di malam hari, haus di siang hari dan berpaling dari segala keinginan
nafsu adalah thoriqohnya. Sedangkan tersingkapnya berbagai keadaan akhirat
kepada Hâritsah adalah hakikat.
Dalam sebuah kajian yang pernah
saya ikuti di kota Solo, Jawa Tengah, saya masih ingat perkataan dan isi
ceramah dari Habîb ‘Umar bin Muhammad bin Sâlim bin Hafidz dari semarang telah
menjelaskan sejarah terbentuknya thoriqoh,kurang lebihnya isi ceramahnya beliau
menyebutkan.
Jika berbicara tentang tharîqah
berarti kita sedang membicarakan inti sari dan ruh Islam serta tujuan akhir
seorang Muslim di dalam hubungannya dengan Allâh Subhânahu Wa Ta’âlâ,begitulah
kira-kira yang masih saya ingat dari apa yang beliau sampaikan mengenai
thoriqoh. Wallahu a’lam bi showab….
Maka tentu jika kita ingin
membahas lebih jauh dan lebih dalam permasalahan ini, pertama-tama kita harus
mengetahui bahwa wahyu yang diturunkan Allâh kepada Nabi Muhammad saw yang
berisi hukum-hukum yang berhubungan dengan jasmani dan hukum-hukum yang
berhubungan dengan permasalahan hati; bagaimana kondisi hatinya terhadap Allâh
di saat kita beramal.
Hukum-hukum yang berhubungan
dengan perbuatan anggota tubuh ini selanjutnya dikenal dengan nama fiqih atau
fiqhudh dhâhir. Sedangkan hukum-hukum yang berhubungan dengan sifat-sifat hati,
selanjutnya disebut fiqhul Bâthin, yang oleh sebagian besar umat Islam dikenal
dengan nama Tashawwuf.
Ayat-ayat yang membahas
perbuatan anggota tubuh melahirkan beberapa madzhab dalam ilmu fiqih. Sedangkan
ayat-ayat yang membahas berbagai permasalahan hati serta metode penyucian hati,
melahirkan sejumlah thoriqoh dalam tasawuf.
Sebenarnya dalil atau landasan
pendirian madzhab dan thoriqoh tersebut sudah ada sejak zaman Nabi Muhammad
saw.
Pada saat itu, para sahabat
menerima seruan dakwah Rasûlullâh saw dengan hati yang suci dari gejolak nafsu,
bersih dari berbagai keinginan duniawi, serta kosong dari tujuan-tujuan yang
tidak benar dan berbagai sifat tercela.
Setiap saat mereka berusaha
memperkuat pondasi tauhid mereka yang
terdapat di dalam hatinya dengan mengerjakan berbagai ibadah, seperti shalat,
do’a dan berbagai amal sholih lain yang diajarkan oleh Rasûlullâh saw. Kita pun
menyaksikan bagaimana mereka berijtihad di hadapan Rasûlullâh saw tentang
sebuah persoalan dan Rasul membenarkan kedua ijtihad tersebut. Kita juga
melihat, ada sahabat yang menjadikan puasa sunah sebagai ibadah pokoknya, ada
pula yang menjadikan shalat malam sebagai ibadah pokoknya dan ada pula yang
berlama-lama ketika sujud dengan memperbanyak do’a yang diajarkan Rasûlullâh
saw diberbagai kesempatan sebagai ibadah pokoknya. Kondisi-kondisi semacam
inilah yang menjadi landasan munculnya berbagai madzhab dalam fiqih dan
thoriqoh dalam tasawuf.
Setelah agama Allâh (Islam)
tersebar luas di bumi Allâh ini, sebagaimana telah dijanjikan oleh Rasûlullâh
saw, maka tersebar pula ilmu-ilmu fiqih yang menjelaskan berbagai hukum dhâhir
dan ilmu-ilmu tasawuf yang menjelaskan metode mengolah hati menjadi ihsân,
yaitu senantiasa memperhatikan bagaiman hubungan hati dengan Allâh yang Maha
Penyayang dan Maha Mulia. Dalam kondisi semacam ini di tengah-tengah masyarakat
tumbuh berbagai madzhab dan thoriqoh.
Dari pemaparan di atas dapat
kita simpulkan bahwa tharîqah adalah sebuah metode atau sistem khusus yang
digunakan oleh seseorang dalam menempuh jalan menuju Allâh swt.
BAB
V
KESIMPULAN
TENTANG PERBEDAAN SYARI’AT DAN THORIQOH
Sedangkan
perbedaan syari’ah dan thoriqoh,maka saya penulis tidak akan banyak memberikan
penjelaasan yang bertele-tele,namun langsung kepada pokok dan kesimpulan dari
apa yang telah saya tulis di atas,karena tentu para pembaca sudah tergambar
tentang perbedaan syari’ah dan thoriqoh setelah membaca dan memahami tentang
pengertian keduanya,namun sedikit saja saya akan memberikan contoh berdasarkan
analisis dan pemikiran saya dalam memahami dan mengartikan perbedaan antara
syari’ah dan thoriqoh. Karena sejujurnya saya tidak pernah menemukan bab dalam
buku/kitab yg secara kusus meberikan pengertian perbedaan syari’ah dan thoriqoh,yang
ada adalah pengertian tentang keduanya,bahkan saya sudah mencoba mencari di
media yang tidak asing lagi bagi kita yaitu Syaihuna GOOGLE, mencari
bab/makalah yang secara kusus membahas perbedaan keduanya tidak saya temukan,maka dari itu sebenarnya
perbedaan keduanya dapat kita ketahui dan kita simpulkan menurut analisis
pemikiran kita setelah kita benar-benar memahami tentang pengertian syari’ah
dan thoriqoh. Maka para pembaca yang budiman,saya akan membuat sebuah contoh untuk sekedar memudahkan memahami dan
mengetahui perbedaan antara syari’ah dan thoriqoh,yaitu jika saya yang
bertempat tinggal di sukorejo dan ingin berangkat kuliah ke kampus ini tentu
saya membutuhkan prasarana,upaya dan proses untuk saya bisa sampai ke tempat
ini dan mengikuti kuliah bersama anda semua. Maka dapat saya simpulkan bahwa
sepeda motor,dan uang untuk membeli bensin sehingga sepeda motor saya dapat
saya naiki untuk berangkat ke tempaat ini/mungkin dengan saya naik angkutan
umum, itu yang di namakan Syari’ah,sedangkan thoriqoh adalah jalan yang saya
tempuh dan saya lewati dari sukorejo untuk sampai kepada tujuan saya yaitu
kampus STAINU temanggung ini,dan itupun dapat saya pilih jalan mana yang akan
saya lewati untuk menuju ke tempat ini,misalnya saya bisa lewati ngadirejo-parakan
baru temanggung, bisa juga saya melewati jalan dari muntung kemudian saya belok
kekiri dan melewati gemawang-kandangan hingga tembus di terminal dan sampailah
saya ke tempaat ini,karena saya tidak mungkin sampai ke tempat ini jika saya
hanya berdiam diri di rumah dan tanpa prasarana juga upaya untuk sampai ke
tempaat tujuan,maka dalam islam syari’ah adalah aturan dan ketetapan dari
shohibussyari’ah yaitu allah swt dan rasulullah saw, sedangkan thoriqoh adalah
metodologi/cara bagaimana kita mengamalkan,merealisasikan dan mengaplikasikan
aturan tersebut di dalam seluruh aspek kehidupan kita mulai dari
keyaqinan/aqidah,ilmu pengetahuan,pola fikir dan pola hidup,keseluruhan mulai
dari perihal ubudiyyah sampai kepada muamalah harus MUWAAFAQOTAN
LISYARI’AH-sesuai dengan aturan yang telah di tetapkan oleh syari’ah islam,yang
inti dan tujuanya adalah untuk dapat Wushul/sampai kepada tujuan kita yaitu
ridho allah swt. Wallahu a’lam bishowab…..
Saya kira hanya
ini penjelasan yang dapat saya berikan mengenai syari’ah dan thoriqoh berikut
berbedaanya,sesuai dengan tema tugas yang di berikan dosen pengampu materi
ahlaq tasawuf ini kepada saya,jika ada benarnya semata dari allah swt,dan
kesalahan pengertian juga pemahaman mengenai hal ini tentu murni karena
kebodohan dan kedangkalan ilmu pengetaahuan saya dan kekeruhan jiwa dan hati
saya pribadi. Dan saya beristighfar memohon ampun kepada allah swt semoga allah
mengampuni dosa dan kesalahan saya. Semoga bermanfaat Sekian dan terima kasih.
Wassalamu alaikum warohmatullahi wabarokatuhu.
(Al-faqier
Al-khaqier Al-dho’if Zainal mustofa)
SUMBER REFRENSI:
1.kitab Mizan Al Qubra yang dikarang oleh Imam Asy Sya’rany.
2. Al-kibritul
ahwar wal iksirul akbar
Abdullah bin abu bakar al-aldarus radhyiallahu
anhu wa ardhohu .
3.Al-syari’atul kholidah- syayid Muhammad bin alwi
al-maliki- al-makky-al-khasany.
3.Al-ro’yunafsi/pendapat dan analisis pribadi.
Langganan:
Postingan (Atom)