Sabtu, 06 Januari 2018

Hukum shalat sunnah dzuha berjamah


Bolehkan melaksanakan shalat Dhuha berjamaah?
صَلَاةُ التَّطَوُّعِ فِي جَمَاعَةٍ نَوْعَانِ :
أَحَدُهُمَا : مَا تُسَنُّ لَهُ الْجَمَاعَةُ الرَّاتِبَةُ كَالْكُسُوفِ وَالِاسْتِسْقَاءِ وَقِيَامِ رَمَضَانَ فَهَذَا يُفْعَلُ فِي الْجَمَاعَةِ دَائِمًا كَمَا مَضَتْ بِهِ السُّنَّةُ .
الثَّانِي : مَا لَا تُسَنُّ لَهُ الْجَمَاعَةُ الرَّاتِبَةُ : كَقِيَامِ اللَّيْلِ وَالسُّنَنِ الرَّوَاتِبِ وَصَلَاةِ الضُّحَى وَتَحِيَّةِ الْمَسْجِدِ وَنَحْوِ ذَلِكَ .
فَهَذَا إذَا فُعِلَ جَمَاعَةً أَحْيَانًا جَازَ .
مجموع فتاوى ابن تيمية: 5/381.
Shalat sunnat terbagi kepada dua:
Pertama: shalat sunnat yang disunnatkan untuk dilaksanakan secara berjamaah seperti shalat Kusuf (Gerhana Matahari), shalat Istisqa’ (minta hujan) dan shalat malam Ramadhan. Shalat-shalat sunnat ini dilaksanakan secara berjamaah sebagaimana yang disebutkan dalam hadits.
Kedua: shalat sunnat yang tidak dianjurkan untuk dilaksanakan secara berjamaah seperti shalat Qiyamullail, shalat sunnat Rawatib, shalat Dhuha, shalat sunnat Tahyatulmasjid dan shalat-shalat sunnat lainnya. Shalat-shalat sunnat jenis ini jika dilaksanakan secara berjamaah, maka hukumnya boleh, jika dilaksanakan sekali-sekali.
(Majmu’ Fatawa Ibni Taimiah: juz. 5, halaman: 381).

Demikian juga menurut Imam Nawawi dalam al-Majmu’ Syarh al-Muhadzdzab dan Raudhatu ath-Thalibin, sebagaimana yang disebutkan dalam teks-teks berikut:

صَلَاةُ التَّطَوُّعِ فِي جَمَاعَةٍ نَوْعَانِ :
أَحَدُهُمَا : مَا تُسَنُّ لَهُ الْجَمَاعَةُ الرَّاتِبَةُ كَالْكُسُوفِ وَالِاسْتِسْقَاءِ وَقِيَامِ رَمَضَانَ ، فَهَذَا يُفْعَلُ فِي الْجَمَاعَةِ دَائِمًا كَمَا مَضَتْ بِهِ السُّنَّةُ .
الثَّانِي : مَا لَا تُسَنُّ لَهُ الْجَمَاعَةُ الرَّاتِبَةُ : كَقِيَامِ اللَّيْلِ ، وَالسُّنَنِ الرَّوَاتِبِ ، وَصَلَاةِ الضُّحَى ، وَتَحِيَّةِ الْمَسْجِدِ وَنَحْوِ ذَلِكَ .
فَهَذَا إذَا فُعِلَ جَمَاعَةً أَحْيَانًا جَازَ .
الفتاوى الكبرى: 2/429


وأما النوافل فقد سبق في باب صلاة التطوع ما يشرع فيه الجماعة منها وما لا يشرع ومعنى قولهم لا يشرع لا تستحب فلو صلى هذا النوع جماعة جاز ولا يقال مكروه فقد تظاهرت الأحاديث الصحيحة على ذلك والله أعلم.
(روضة الطالبين: 1/124).

(الشرح) قال أصحابنا تطوع الصلاة ضربان (ضرب) تسن فيه الجماعة وهو العيد والكسوف والاستسقاء وكذا التراويح علي الاصح (وضرب) لا تسن له الجماعة لكن لو فعل جماعة صح وهو ما سوى ذلك
المجموع: 4/4

(الثامنة) قد سبق ان النوافل لا تشرع الجماعة فيها الا في العيدين والكسوفين والاستسقاء وكذا التراويح والوتر بعدها إذا قلنا بالاصح ان الجماعة فيها أفضل وأما باقى النوافل كالسنن الراتبة مع الفرائض والضحي والنوافل المطلقة فلا تشرع فيها الجماعة أي لا تستحب لكن لو صلاها جماعة جاز ولا يقال انه مكروه وقد نص الشافعي رحمه الله في مختصري البويطي والربيع علي انه لا باس بالجماعة في النافلة ودليل جوازها جماعة احاديث كثيرة في الصحيح منها حديث عتبان ابن مالك رضى الله عنه أن النبي صلي الله عليه وسلم " جاءه في بيته بعد ما اشتد النهار ومعه أبو بكر رضي الله عنه فقال النبي صلي الله عليه وسلم أين تحب أن أصلى من بيتك فاشرت إلى المكان الذى أحب ان يصلى فيه فقام وصفنا خلفه ثم سلم وسلمنا حين سلم " رواه البخاري ومسلم وثبتت الجماعة في النافلة مع رسول الله صلي الله عليه وسلم من رواية ابن عباس وأنس بن مالك وابن مسعود وحذيفة رضى الله عنهم واحاديثهم كلها في الصحيحين الا حديث حذيفة ففى مسلم فقط والله أعلم (المجموع: 4/55).

(الشرح) قال أصحابنا تطوع الصلاة ضربان (ضرب) تسن فيه الجماعة وهو العيد والكسوف والاستسقاء وكذا التراويح علي الاصح (وضرب) لا تسن له الجماعة لكن لو فعل جماعة صح وهو ما سوى ذلك
المجموع: 4/4

Jumat, 20 November 2015

PERBEDAAN SYARI’AT DAN THORIQOH



TUGAS MAKALAH
MATERI AHLAQ TASAWUF
PERBEDAAN SYARI’AT DAN THORIQOH
DOSEN PENGAMPU MATERI
SIGIT TRI UTOMO S.Pdi M.Pdi



Oleh: Al-faqier Zainal mustofa

SEMESTER III B
JURUSAN SYARI’AH
PRODI AKHWAL AL- SYAKHSYIYYAH




BAB I
PENDAHULUAN
Bismillahirrohmanirrokhim…
Maha suci allah,Segala puji baginya penguasa alam semesta beserta isinya,sesungguhnya tiada ilah selain allah swt, sholawat beserta salam semoga tercurahkan kepada sang lentera jagat dan panutan umat mahluq mulia beserta keluarga dan para sahabatnya yaitu nabi muhammad saw yang telah mengentaskan dan membawa umat ini dari zaman jahiliyyah yaitu zaman dimana umat tidak mengenal tuhanya,dan zaman yg penuh kegelapan tauhid dan syari’ah allah,menuju zaman yang terang benderang dengan di bawanya al-haq yaitu addinul islam,semoga kita semuanya termasuk golongan umat muhammad saw yang mendapatkan syafa’atnya yang tetap istiqomah memegang erat addinul islam ini hingga ahir hayat kita dan kembali kepada allah swt dengan selamat. Aamin ya robbal alamiin….


BAB II
LATAR BELAKANG MASALAH

Islam adalah agama yang mencakup tauhid aqidah,syari’ah dan juga ahlaq,islam adalah agama yang sempurna sehingga tidak ada lagi kekurang sempurnaan yang membutuhkan untuk di sempurnakan melalui ideologi atau keyaqinan yang lain,islam adalah agama yang harus di terima secara Kulliyah/keseluruhan,tidak bisa islam hanya di terima dan di fahami dan di amalkan secara parsial/sebagian saja,karena itu di saat manusia sudah memproklamirkan diri dan bersahadah bahwa tiada tuhan selain allah dan muhammad adalah utusan allah,maka semestinya kita secara totalitas menerima dan tunduk terhadap seluruh aturanya,sesuai dengan predikatnya sebagai seorang muslim yang artinya adalah tunduk,mengedepankan dan memperjuangkan syari’at islam melebihi idiologi manapun dan siapapun.
Sesuai dengan tugas belajar yang di berikan dosen kepada saya untuk membuat makalah mengenai pengertian dan perbedaan SYARI’AT dan THORIQOH,maka di sini sebelum kita membahas lebih dalam mengenai keduanya alangkah tidak kalah pentingnya jika kita mengetahui terlebih dahulu apa itu SYARI’AT dan apa itu THORIQOH,karena sudah menjadi keharusan bahwa kita tidak boleh menghukumi suatu masalah sebelum kita Al-ilmu bi qounil mas’alah,mengetahuai latar belakang masalah.

BAB III

A.      PENGERTIAN SYARI’AH
Secara etimologi syariah berarti aturan atau ketetapan yang Allah perintahkan kepada hamba-hamba-Nya, seperti: puasa, shalat, haji, zakat dan seluruh kebajikan. Kata syariat berasal dari kata syar’a al-syai’u yang berarti menerangkan atau menjelaskan sesuatu. Atau berasal dari kata syir’ah dan syariah yang berarti suatu tempat yang dijadikan sarana untuk mengambil air secara langsung sehingga orang yang mengambilnya tidak memerlukan bantuan alat lain. Syariat dalam istilah syar’i hukum-hukum Allah yang disyariatkan kepada hamba-hamba-Nya, baik hukum-hukum dalam Al-Qur’an dan sunnah nabi Saw dari perkataan, perbuatan dan penetapan. Syariat dalam penjelasan Qardhawi adalah hukum-hukum Allah yang ditetapkan berdasarkan dalil-dalil Al-Qur’an dan sunnah serta dalil-dalil yang berkaitan dengan keduanya seperti ijma’ dan qiyas. Syariat Islam dalam istilah adalah apa-apa yang disyariatkan Allah kepada hamba-hamba-Nya dari keyakinan (aqidah), ibadah, akhlak, muamalah, sistem kehidupan dengan dimensi yang berbeda-beda untuk meraih keselamatan di dunia dan akhirat.
Demikian juga istilah “hukum Islam” sering diidentikkan dengan kata norma Islam dan ajaran Islam. Dengan demikian, padanan kata ini dalam bahasa Arab barangkali adalah kata “al-syari’ah”. Namun, ada juga yang mengartikan kata hukum Islam dengan norma yang berkaitan dengan tingkah laku, yang padanannya barangkali adalah “al-fiqhu”.
Penjabaran lebih luas dapat dijelaskan sebagai berikut: bahwa kalau diidentikkan dengan kata “al-syari’ah”, hukum Islam secara umum dapat diartikan dalam arti luas dan dalam arti sempit. [1])

B.     Syari'ah Dalam Arti Luas
Dalam arti luas “al-syari’ah” berarti seluruh ajaran Islam yang berupa norma-norma  ilahiyah, baik yang mengatur tingkah laku batin (sistem kepercayaan/doktrinal)  maupun tingkah laku konkrit (legal-formal) yang individual dan kolektif. 
Dalam arti ini,  al-syariah identik dengan din, yang berarti meliputi seluruh cabang pengetahuan keagamaan Islam, seperti kalam, tasawuf, tafsir, hadis, fikih, usul fikih, dan seterusnya. (Akidah, Akhlak dan Fikih).

C.     Syari'ah Dalam Arti Sempit                                                                       
Dalam arti sempit al-syari’ah berarti norma-norma yang mengatur sistem tingkah laku individual maupun tingkah laku kolektif. Berdasarkan pengertian ini, al-syari’ah dibatasi hanya meliputi ilmu fikih dan usul fikih. Syari'ah dalam arti sempit (fikih) itu sendiri dapat dibagi menjadi empat bidang:
Ø  ‘ibadah
Ø   mu’amalah
Ø  ‘uqubah dan
Ø  lainnya. 


BAB IV
Definisi dan Arti Thorîqoh
Secara bahasa tharîqah dapat berarti jalan, metode, sistem, cara, perjalanan, aturan hidup, lintasan, garis.
Tharîqah dalam arti jalan, dapat kita temukan di dalam beberapa ayat Al-Qurân, di antaranya adalah wahyu Allâh berikut:
وَأَنْ لَوِ اسْتَقَامُوْا عَلَى الطَّرِيْقَةِ َلأَسْقَيْنَاهُمْ مَآءً غَدَقًا
Dan bahwasanya: jikalau mereka tetap berjalan lurus di atas jalan itu (agama Islam), benar-benar Kami akan memberi minum kepada mereka air yang segar (rezki yang banyak). (Al-Jin, 72:16)
وَأَنَّا مِنَّا الصَّالِحُوْنَ وَمِنَّا دُوْنَ ذلِكَ كُنَّا طَرَائِقَ قِدَدًا
Dan sesungguhnya di antara kami ada orang-orang yang saleh dan di antara kami ada (pula) yang tidak demikian halnya. Adalah kami menempuh jalan yang berbeda-beda. (Al-Jin, 72:11)
نَحْنُ أَعْلَمُ بِمَا يَقُوْلُوْنَ إِذْ يَقُوْلُ أَمْثَلُهُمْ طَرِيْقَةً إِنْ لَبِثْتُمْ إِلاَّ يَوْمًا
Kami lebih mengetahui apa yang mereka katakan, ketika berkata orang yang paling lurus jalannya di antara mereka: “Kamu tidak berdiam (di dunia) melainkan hanyalah sehari saja”. (Thâhâ, 20:104)
وَلَقَدْ خَلَقْنَا فَوْقَكُمْ سَبْعَ طَرَائِقَ وَمَا كُنَّا عَنِ الْخَلْقِ غَافِلِيْنَ
Dan sesungguhnya Kami telah menciptakan di atas kamu tujuh buah jalan (tujuh buah langit). dan Kami tidaklah lengah terhadap ciptaan (Kami).
(Al-Mukminûn, 23:17)
Menurut ‘Abdurrazzâq Al-Kâsyânî, tharîqah adalah jalan khusus yang ditempuh oleh para Sâlik dalam perjalanan mereka menuju Allâh, yaitu dengan melewati jenjang-jenjang tertentu dan meningkat dari satu maqâm ke maqâm yang lain.
Menurut para sufi, syariah adalah ibarat sebuah kapal, (thoriqoh) adalah lautnya dan hakikat (haqîqah) adalah permata yang berada di dalamnya. Barang siapa menginginkan permata, maka dia harus naik kapal kemudian menyelam lautan, hingga memperoleh permata tersebut. [2])
Kewajiban pertama penuntut ilmu adalah mempelajari syariat. Yang dimaksud dengan syariat adalah semua perintah Allâh dan Rasul-Nya saw, seperti wudhu, shalat, puasa, zakat, haji, mencari yang halal, meninggalkan yang haram dan berbagai perintah serta larangan lainnya. Maka seorang hamba menghiasi lahirnya dengan pakaian syariah hingga cahaya syariah tersebut bersinar dalam hatinya dan kegelapan insâniyyah sirna dari hatinya. Akhirnya dia dapat menempuh thoriqoh  dan cahaya tersebut dapat selalu bersemayam dalam hatinya.
Tarekat (thoriqoh) adalah pelaksanaan takwa dan segala sesuatu yang dapat mendekatkan diri kepada Allâh swt, seperti usaha untuk melewati berbagai jenjang dan maqâm. Setiap maqâm memiliki jalan tersendiri.
Setiap guru sufi memiliki thoriqoh  yang berbeda. Setiap guru akan menetapkan thoriqohnya sesuai maqâm dan hâl-nya masing-masing. Di antara mereka ada yang thoriqohnya duduk mendidik masyarakat. Ada yang thoriqohnya banyak membaca wirid dan mengerjakan shalat sunah, puasa sunah dan berbagai ibadah lainnya. Ada yang thoriqohnya melayani masyarakat, Setiap guru memilih thoriqohnya sendiri-sendiri.
Adapun hakikat adalah sampainya seseorang ke tujuan dan penyaksian cahaya tajallî, sebagaimana ucapan rasulullah saw  kepada Hâritsah, “Setiap kebenaran ada hakikatnya, lalu apakah hakikat keimananmu?” Hâritsah menjawab, “Aku palingkan diriku dari dunia sehingga batu dan lumpur, emas maupun perak, sama saja bagiku. Di siang hari aku berpuasa, sedangkan di malam hari aku bergadang dengan melakukan (shalat malam).”
Keteguhan Hâritsah dalam memegang agama Allâh serta menjalankan perintah-Nya adalah syariat. Kehati-hatian dan semangatnya untuk beribadah  di malam hari, haus di siang hari dan berpaling dari segala keinginan nafsu adalah thoriqohnya. Sedangkan tersingkapnya berbagai keadaan akhirat kepada Hâritsah adalah hakikat.
Dalam sebuah kajian yang pernah saya ikuti di kota Solo, Jawa Tengah, saya masih ingat perkataan dan isi ceramah dari Habîb ‘Umar bin Muhammad bin Sâlim bin Hafidz dari semarang telah menjelaskan sejarah terbentuknya thoriqoh,kurang lebihnya isi ceramahnya beliau menyebutkan.
Jika berbicara tentang tharîqah berarti kita sedang membicarakan inti sari dan ruh Islam serta tujuan akhir seorang Muslim di dalam hubungannya dengan Allâh Subhânahu Wa Ta’âlâ,begitulah kira-kira yang masih saya ingat dari apa yang beliau sampaikan mengenai thoriqoh. Wallahu a’lam bi showab….
Maka tentu jika kita ingin membahas lebih jauh dan lebih dalam permasalahan ini, pertama-tama kita harus mengetahui bahwa wahyu yang diturunkan Allâh kepada Nabi Muhammad saw yang berisi hukum-hukum yang berhubungan dengan jasmani dan hukum-hukum yang berhubungan dengan permasalahan hati; bagaimana kondisi hatinya terhadap Allâh di saat kita beramal.
Hukum-hukum yang berhubungan dengan perbuatan anggota tubuh ini selanjutnya dikenal dengan nama fiqih atau fiqhudh dhâhir. Sedangkan hukum-hukum yang berhubungan dengan sifat-sifat hati, selanjutnya disebut fiqhul Bâthin, yang oleh sebagian besar umat Islam dikenal dengan nama Tashawwuf.
Ayat-ayat yang membahas perbuatan anggota tubuh melahirkan beberapa madzhab dalam ilmu fiqih. Sedangkan ayat-ayat yang membahas berbagai permasalahan hati serta metode penyucian hati, melahirkan sejumlah thoriqoh dalam tasawuf.
Sebenarnya dalil atau landasan pendirian madzhab dan thoriqoh tersebut sudah ada sejak zaman Nabi Muhammad saw.
Pada saat itu, para sahabat menerima seruan dakwah Rasûlullâh saw dengan hati yang suci dari gejolak nafsu, bersih dari berbagai keinginan duniawi, serta kosong dari tujuan-tujuan yang tidak benar dan berbagai sifat tercela.
Setiap saat mereka berusaha memperkuat pondasi tauhid  mereka yang terdapat di dalam hatinya dengan mengerjakan berbagai ibadah, seperti shalat, do’a dan berbagai amal sholih lain yang diajarkan oleh Rasûlullâh saw. Kita pun menyaksikan bagaimana mereka berijtihad di hadapan Rasûlullâh saw tentang sebuah persoalan dan Rasul membenarkan kedua ijtihad tersebut. Kita juga melihat, ada sahabat yang menjadikan puasa sunah sebagai ibadah pokoknya, ada pula yang menjadikan shalat malam sebagai ibadah pokoknya dan ada pula yang berlama-lama ketika sujud dengan memperbanyak do’a yang diajarkan Rasûlullâh saw diberbagai kesempatan sebagai ibadah pokoknya. Kondisi-kondisi semacam inilah yang menjadi landasan munculnya berbagai madzhab dalam fiqih dan thoriqoh dalam tasawuf.
Setelah agama Allâh (Islam) tersebar luas di bumi Allâh ini, sebagaimana telah dijanjikan oleh Rasûlullâh saw, maka tersebar pula ilmu-ilmu fiqih yang menjelaskan berbagai hukum dhâhir dan ilmu-ilmu tasawuf yang menjelaskan metode mengolah hati menjadi ihsân, yaitu senantiasa memperhatikan bagaiman hubungan hati dengan Allâh yang Maha Penyayang dan Maha Mulia. Dalam kondisi semacam ini di tengah-tengah masyarakat tumbuh berbagai madzhab dan thoriqoh.
Dari pemaparan di atas dapat kita simpulkan bahwa tharîqah adalah sebuah metode atau sistem khusus yang digunakan oleh seseorang dalam menempuh jalan menuju Allâh swt.

BAB V

KESIMPULAN TENTANG PERBEDAAN SYARI’AT DAN THORIQOH
Sedangkan perbedaan syari’ah dan thoriqoh,maka saya penulis tidak akan banyak memberikan penjelaasan yang bertele-tele,namun langsung kepada pokok dan kesimpulan dari apa yang telah saya tulis di atas,karena tentu para pembaca sudah tergambar tentang perbedaan syari’ah dan thoriqoh setelah membaca dan memahami tentang pengertian keduanya,namun sedikit saja saya akan memberikan contoh berdasarkan analisis dan pemikiran saya dalam memahami dan mengartikan perbedaan antara syari’ah dan thoriqoh. Karena sejujurnya saya tidak pernah menemukan bab dalam buku/kitab yg secara kusus meberikan pengertian perbedaan syari’ah dan thoriqoh,yang ada adalah pengertian tentang keduanya,bahkan saya sudah mencoba mencari di media yang tidak asing lagi bagi kita yaitu Syaihuna GOOGLE, mencari bab/makalah yang secara kusus membahas perbedaan keduanya tidak  saya temukan,maka dari itu sebenarnya perbedaan keduanya dapat kita ketahui dan kita simpulkan menurut analisis pemikiran kita setelah kita benar-benar memahami tentang pengertian syari’ah dan thoriqoh. Maka para pembaca yang budiman,saya akan membuat sebuah contoh  untuk sekedar memudahkan memahami dan mengetahui perbedaan antara syari’ah dan thoriqoh,yaitu jika saya yang bertempat tinggal di sukorejo dan ingin berangkat kuliah ke kampus ini tentu saya membutuhkan prasarana,upaya dan proses untuk saya bisa sampai ke tempat ini dan mengikuti kuliah bersama anda semua. Maka dapat saya simpulkan bahwa sepeda motor,dan uang untuk membeli bensin sehingga sepeda motor saya dapat saya naiki untuk berangkat ke tempaat ini/mungkin dengan saya naik angkutan umum, itu yang di namakan Syari’ah,sedangkan thoriqoh adalah jalan yang saya tempuh dan saya lewati dari sukorejo untuk sampai kepada tujuan saya yaitu kampus STAINU temanggung ini,dan itupun dapat saya pilih jalan mana yang akan saya lewati untuk menuju ke tempat ini,misalnya saya bisa lewati ngadirejo-parakan baru temanggung, bisa juga saya melewati jalan dari muntung kemudian saya belok kekiri dan melewati gemawang-kandangan hingga tembus di terminal dan sampailah saya ke tempaat ini,karena saya tidak mungkin sampai ke tempat ini jika saya hanya berdiam diri di rumah dan tanpa prasarana juga upaya untuk sampai ke tempaat tujuan,maka dalam islam syari’ah adalah aturan dan ketetapan dari shohibussyari’ah yaitu allah swt dan rasulullah saw, sedangkan thoriqoh adalah metodologi/cara bagaimana kita mengamalkan,merealisasikan dan mengaplikasikan aturan tersebut di dalam seluruh aspek kehidupan kita mulai dari keyaqinan/aqidah,ilmu pengetahuan,pola fikir dan pola hidup,keseluruhan mulai dari perihal ubudiyyah sampai kepada muamalah harus MUWAAFAQOTAN LISYARI’AH-sesuai dengan aturan yang telah di tetapkan oleh syari’ah islam,yang inti dan tujuanya adalah untuk dapat Wushul/sampai kepada tujuan kita yaitu ridho allah swt. Wallahu a’lam bishowab…..
Saya kira hanya ini penjelasan yang dapat saya berikan mengenai syari’ah dan thoriqoh berikut berbedaanya,sesuai dengan tema tugas yang di berikan dosen pengampu materi ahlaq tasawuf ini kepada saya,jika ada benarnya semata dari allah swt,dan kesalahan pengertian juga pemahaman mengenai hal ini tentu murni karena kebodohan dan kedangkalan ilmu pengetaahuan saya dan kekeruhan jiwa dan hati saya pribadi. Dan saya beristighfar memohon ampun kepada allah swt semoga allah mengampuni dosa dan kesalahan saya. Semoga bermanfaat Sekian dan terima kasih. Wassalamu alaikum warohmatullahi wabarokatuhu.
(Al-faqier Al-khaqier Al-dho’if  Zainal mustofa)

SUMBER REFRENSI:
1.kitab Mizan Al Qubra yang dikarang oleh Imam Asy Sya’rany.
2. Al-kibritul ahwar wal iksirul akbar
Abdullah bin abu bakar al-aldarus radhyiallahu anhu wa ardhohu .
3.Al-syari’atul kholidah- syayid Muhammad bin alwi al-maliki- al-makky-al-khasany.
3.Al-ro’yunafsi/pendapat dan analisis pribadi.


[1] kitab Mizan Al Qubra yang dikarang oleh Imam Asy Sya’rany
[2] Al-kibritul ahwar wal iksirul akbar
Abdullah bin abu bakar al-aldarus radhyiallahu anhu wa ardhohu